Tuberculosis atau biasa disingkat TB sebenarnya
bukanlah merupakan penyakit yang mematikan dan bisa disembuhkan jika penderita TB bersedia patuh menjalani
pengobatan rutin selama enam bulan (minimal). Seperti yang diungkapkan oleh Dr.
Ari Fahrial Syam Sp.PD dari Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM. Menurut Dr. Ari, pada dua bulan pertama
umumnya pasien yang menderita TB harus minum obat minimal sebanyak empat macam
obat yaitu Rifampisin, Isoniasid
(INH), Pirazinamid dan Ethambutol.
Meminum
obat berbagai macam dan dalam jangka waktu panjang sering membuat kepatuhan
seseorang berkurang. Akhirnya penderita TB yang merasa sudah baikan atau malas
dan jenuh karena harus meminum obat yang banyak dalam jangka waktu yang tidak
sebentar tersebut menyebabkan mereka terkadang menyerah di tengah jalan.
Pengobatan mereka hentikan sehingga tidak sampai tuntas.
Padahal
pengobatan selama enam bulan tersebut hukumnya wajib dan berkelanjutan, tidak
boleh berhenti atau telat meski hanya sekali atau sehari. Enam bulan adalah
minimal waktu yang diperlukan untuk mematikan kuman TB dan itu merupakan
standard internasional. Jika penyakit dan kuman TB masih ada pada paru-paru
pasien maka mereka potensial untuk menularkannya kepada orang lain.
Karenanya, bagi penderita TB ada dua
hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu kesembuhan
diri sendiri dan tidak menularkan kepada orang lain.
OBAT ANTI TB (OAT) GRATIS
Mungkin
beberapa orang belum mengetahui bahwa saat ini telah ada program pemerintah
bersama World Health Organization
(WHO) berupa penyediaan Obat Anti TB (OAT) secara gratis. Sekali lagi gratis, tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Jadi
saya sangat menganjurkan bagi siapapun yang mengetahui bahwa dirinya atau
anggota keluarga ada yang mempunyai gejala-gejala terinfeksi TB untuk segera
pergi ke pusat pelayanan kesehatan terdekat, bisa ke Puskesmas, Rumah Sakit
atau dokter spesialis paru-paru. Di tempat tersebut akan dilakukan evaluasi
lebih lanjut dan jika terbukti menderita TB, mintalah untuk dimasukkan ke dalam
program pengobatan TB secara gratis.
Penderita
dan atau keluarga penderita harus berusaha aktif di sini karena penderita TB
mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan TB gratis tersebut. Program ini juga
sudah menjangkau daerah-daerah. Jadi di Puskesmas-Puskesmas sudah menerapkan
program tersebut.
Yang
perlu anda lakukan adalah melakukan riset terkait penyakit TB tersebut dan
beranikan diri untuk menanyakan langsung kepada dokter atau tenaga medis
terkait program pemerintah tersebut. Karena terkadang ada beberapa kasus karena
ketidaktahuan atau ketidakpedulian penderita dan pendamping atau keluarga
penderita atas penyakit TB dan program pengobatan TB gratis ini akhirnya
terjadi keterlambatan dalam penanggulangan penyakit TB tersebut. Atau kalaupun
sudah diobati tapi tidak dimasukkan ke dalam program pengobatan TB gratis oleh
pemerintah dengan WHO tersebut sehingga penderita TB masih diminta untuk
membayar biaya pengobatan.
Obat
Anti TB (selanjutnya disebut OAT) gratis bisa didapatkan oleh pasien
baik yang tidak mampu ataupun yang mampu.
Pemberian OAT gratis
lebih difokuskan pada penyakit TB, bukan pada
kalangan penderitanya.
Obat
Anti TB gratis tersedia di Puskesmas dan juga Balai Pengobatan Penyakit
Paru-Paru (BP4). Sedangkan di sebagian besar rumah sakit, Obat
Anti TB masih berbayar. Bagi penderita yang berobat ke Puskesmas,
pengobatan TB gratis sejak proses diagnosa. Penderita dapat
memeriksakan diri ke dokter di Puskesmas kemudian melakukan tes dahak dan rontgen di Puskesmas secara gratis
dengan program dari BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) atau ASKES.
Setelah terdiagnosa positif TB, penderita akan menerima obat secara
gratis. Bagi penderita yang sebelumnya memeriksakan diri ke klinik atau rumah
sakit dapat membawa hasil tes dahak dan rontgen
untuk kemudian mendapatkan pengobatan TB gratis. Hasil rontgen akan ditahan pihak fasilitas
kesehatan dan boleh diminta setelah pengobatan TB berakhir.
Program
pengobatan TB gratis oleh pemerintah dengan WHO tersebut harus terus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Mengingat posisi penderita
TB di Indonesia pada tahun 2016 ini telah mencapai peringkat ke-4 di dunia!
Tambahan
susu dan makanan bergizi lainnya, juga seharusnya dapat diusahakan oleh pusat
pelayanan kesehatan di bawah naungan Kementerian Kesehatan dengan bekerja sama
dengan pemerintah daerah setempat untuk turut membantu kesembuhan pasien yang
menderita TB.
Mata
rantai penularan harus diputus dengan mengobati pasien yang menderita TB sampai
sembuh. Dan menjaga ketahanan tubuh (imunitas) penderita, mantan penderita,
keluarga penderita dan masyarakat sekitar untuk menangkal kuman TB serta
mencegah penyebaran penyakit TB.
BEBERAPA ALASAN PENDERITA TB
BERHENTI DARI PENGOBATAN
Berikut ini beberapa alasan pasien penderita
TB berhenti dari program pengobatan TB:
1. SEMBUH
Dikatakan
sembuh bila dari pemeriksaan dahak bulan ke enam dinyatakan negatif pada
kategori I.
2. PENGOBATAN SELESAI
Pengobatan
dinyatakan selesai bila setelah 8 bulan kategori II pemeriksaan dahak dinyatakan
negatif.
3. DROP OUT
Disebut
drop out karena sebelum pengobatan
selesai penderita menjadi tidak kooperatif meminum obat setiap hari sehingga
pengobatannya dinyatakan gagal.
Drop out biasanya disebabkan karena kejenuhan pasien, lupa meminum obat
atau ketika pasien merasa badan lebih sehat kemudian memutuskan menghentikan
pengobatan. Jika pengobatan terhenti atau tak tuntas maka basil TB tak
akan mati dan mengalami resistensi
(kebal), akibatnya akan semakin sulit disembuhkan. Tentu saja untuk
pengobatan selanjutnya akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Pasien
seperti ini disebut suspek TB MDR
(Multi Drug Resistance).
Akibatnya, pasien harus mengulang dari awal dengan tambahan obat Streptomycin yang harus disuntikkan
setiap hari pada dua bulan pertama. Hal ini kadang dapat menyebabkan penderita
TB frustasi karena sebelumnya mereka telah menjalani pengobatan yang tidak
sebentar (minimal enam bulan) kemudian mereka masih harus mengulang pengobatan
dari awal lagi dan ditambah dengan obat baru.
Di
sinilah pentingnya dukungan dari keluarga penderita, sahabat, rekan kerja,
atasan, masyarakat sekitar, dan tenaga medis untuk ikut peduli dan memberi
dukungan terhadap penderita TB agar tetap bersemangat untuk sembuh dan tidak
menularkan penyakitnya, dengan tidak melalaikan program pengobatan yang sedang
dijalaninya.
DOTS (DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT-COURSE)
Agar
pengobatan penyakit TB berjalan efektif, dikembangkanlah metode Directly Observed Treatment Short-Course
(selanjutnya disebut DOTS), yaitu pengawasan minum obat yang dilakukan oleh
orang terdekat pasien. Pengawas minum obat ini mendapatkan bimbingan tentang
aturan minum obat dan menjaga pasien tidak lalai dalam meminum obat.
Sistem
DOTS ini sudah dilakukan di 95% Puskesmas dan 30% Rumah Sakit.
Bahkan
di RSUD dr. Iskak Kabupaten Tulungagung telah ada Poli DOTS.
Menurut strategi pengobatan
TB metode DOTS, pengobatan untuk penderita TB kasus baru adalah menggunakan
Kategori I, yaitu 2 bulan Fase Intensif dan 4 bulan Fase Lanjutan.
(total 6 bulan)
Pada
Fase Intensif; obat yang diberikan adalah Rifampisin,
Isoniazid (INH), Pirazinamide,
dan Etambutol. Sedangkan pada
Fase Lanjutan abatnya Rifampisin dan Isoniazid (INH). Obat tersebut
sudah dalam bentuk Fix Dose
Combination (FDC) sehingga akan lebih memudahkan pasien maupun PMO
(Pengawas Minum Obat). Hal ini agar pasien tidak lagi berhenti minum obat
dengan alasan jumlah atau jenis obat yang banyak, atau kesalahan, kelupaan
dalam pemberian obat yang tidak sesuai dosis.
Menurut metode DOTS, diagnosis TB tidak
hanya didasarkan dari hasil foto Rontgen saja,
namun juga dari hasil pemeriksaan dahak (Mikrobiologis Sputum). Karena bisa saja
setelah terkena TB, jaringan paru yang rusak akibat diinfeksi kuman TB
mengalami fibrosis, dimana jaringannya
diganti jaringan ikat yang akan tampak putih di foto Rontgen meski telah sembuh.
Jika penyakit TB kambuh maka
pengobatan menurut strategi DOTS adalah dengan menggunakan Kategori II, yaitu 3
bulan Fase Intensif diteruskan 5 bulan Fase Lanjutan.
(total 8 bulan)
Dua
bulan pertama Fase Intensif obat yang akan diberikan adalah Rifampisin, Isoniazid
(INH), Pirazinamide, dan Etambutol ditambah suntikan Streptomisin setiap hari. Lalu
diteruskan 1 bulan tanpa suntikan Streptomisin.
Fase Lanjutannya jika tidak salah diberikan Rifampisin,
Isoniazid (INH) dan Etambutol (mohon
dikoreksi jika saya salah).
Selain
agar pengobatan berjalan efektif, program DOTS digalakkan untuk mengatasi
dampak ekonomi yang muncul dari TB. Jika DOTS ini berhasil, akan banyak orang
yang bisa diselamatkan. Pada akhirnya juga menyelamatkan negara dari
kemiskinan.
Pada tahun 1993, World Bank menyatakan bahwa DOTS
merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective.
Mengapa
demikian?
BERIKUT BEBERAPA ALASAN YANG
MENDASARI DOTS MENJADI STRATEGI KESEHATAN YANG PALING COST EFFECTIVE
1.
DOTS
memulihkan kesehatan penduduk usia muda dan atau produktif
2.
DOTS
membuat pasien tidak lagi ke rumah sakit dan bisa segera kembali bekerja
3.
DOTS
menambah dua tahun masa hidup penderita TB-HIV
6 TITIK STRATEGI STOP TB
YANG DIBANGUN ATAS KEBERHASILAN DOTS
WHO juga telah mengembangkan enam titik
strategi stop TB yang dibangun di atas keberhasilan DOTS, yaitu:
1.
Komitmen politik dengan peningkatan dan kelanjutan pembiayaan
2.
Penguatan kualitas laboratorium bakteriologi dan surveilans resistensi
obat
3. Pengobatan standard dengan pengawasan dan dukungan untuk pasien
3. Pengobatan standard dengan pengawasan dan dukungan untuk pasien
4.
Pasokan obat dan sistem manajemen yang efektif
5.
Monitoring dan evaluasi sistem serta pengukuran dampak di masyarakat
KEBIASAAN WAJIB BAGI PASIEN PENDERITA TB
Di bawah ini beberapa kebiasaan baik untuk
pasien penderita TB untuk menunjang penyembuhan penyakit TB:
1. BERHENTI MEROKOK
Tahukah
blog lover, hasil survey tahun 2006
menyebutkan jumlah perokok di Indonesia sekitar 160 juta orang?
Lebih
dari 45 juta anak usia 0-14 tahun tinggal bersama perokok!
Dampaknya,
tentu saja akan terlihat. Perokok pasif seperti anak-anak ini pertumbuhannya
akan terganggu karena lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan dan asma.
Rokok juga merusak
pertahanan paru-paru sehingga fungsinya tidak dapat optimal; misalnya, pembuluh
darah rusak dan menurunkan respon antigen.
Jika hal ini terjadi, daya tahan tubuh akan melemah sehingga benda asing
seperti kuman akan mudah masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Belanda dan India mengatakan ada
kecenderungan hubungan antara TB dengan perokok, baik itu aktif maupun pasif.
Walaupun di Indonesia belum ada penelitian yang menyebutkan hal tersebut,
kenyataannya terdapat gambaran yang membenarkan dugaan tersebut, karena prevelansi penderita TB perokok yang
berobat lebih besar dibanding yang tidak merokok.
Dr.
Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). DTM&H, MARS dari Departemen Kesehatan mengatakan bahwa keluarga yang memiliki
perokok meningkatkan risiko terkena TB pada anggota keluarga lain 9 kali lipat.
Bagi penderita TB akan lebih memperparah kondisi jika kebiasaan merokok tidak
segera dihentikan.
2. MAKAN MAKANAN SEHAT DAN BERGIZI
Selain
pengobatan dengan berbagai obat, pasien yang menderita TB juga harus terus
menerus memperhatikan makanannya. Usahakan agar selalu mengkonsumsi makanan
yang sehat dan bergizi. Makanan tersebut akan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap segala penyakit.
Banyak
memakan buah-buahan dan sayur-sayuran, minum air putih yang cukup, dan kurangi
konsumsi makanan yang tidak sehat; misalnya makanan berpewarna, berpengawet,
dan ber-MSG. Hindari juga junk food,
konsumsi kopi berlebihan dan makanan instant.
Dr.
Ari Fahrial Syam Sp.PD dari Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM, menjelaskan bahwa ironisnya
umumnya pasien yang mengalami penyakit TB ini berasal dari golongan masyarakat
miskin. Sehingga selain kendala berobat, konsumsi makanan yang bergizi juga
menjadi hal yang sulit dilakukan sehingga pada akhirnya pasien dengan TB tidak
bisa disembuhkan dengan baik.
Hal
ini mungkin yang menjadi pemicu negara kita berada di posisi 4 peringkat
penderita TB dunia.
3. MENJAGA KEBERSIHAN DIRI DAN LINGKUNGAN
Mengenai lingkungan, jaga selalu supaya lingkungan bersih
sehingga kuman enggan datang. Rumah harus terjaga ventilasinya, mengingat media
penularan kuman TB adalah melalui udara. Namun kemampuan bertahan atau hidup
kuman TB ini di udara hanya sekitar 2-3 jam saja. Jangan lupa membuka jendela
saat pagi hari supaya sinar matahari dan udara segar masuk. Meski kuman TB
dapat hidup di udara yang lembab maupun panas, namun di udara yang panas kuman
TB lebih cepat mati. Karenanya penderita TB selalu dianjurkan berjemur di bawah
sinar matahari di pagi hari, agar kuman TB lebh mudah mati.
Jaga selalu kebersihan rumah dan lingkungan dengan membuang
sampah pada tempatnya.
4. HELIOTHERAPY (TERAPI MANDI SINAR MATAHARI)
Seperti
yang sudah saya ungkapkan di poin sebelumnya bahwa kuman TB akan lebih mudah
mati jika dalam udara panas dibanding udara lembab. Jadi berjemur di bawah
sinar matahari pagi merupakan kebiasaan yang sangat baik yang bisa dilakukan
oleh penderita TB.
Sebuah
studi dari Proceedings of the
National Academy of Sciences (London)
menyebutkan bahwa asupan vitamin D dapat membantu melawan infeksi TB. Terapi
mandi sinar matahari atau disebut dengan Heliotherapy ternyata sudah digunakan beribu-ribu
tahun lalu sebagai terapi untuk penyembuhan pasien TB. Namun, saat itu belum
ditemukan obat antibiotik untuk TB. Dengan bantuan vitamin D dari sinar
matahari dan obat, penderita TB akan lebih cepat sembuh.
Pertanyaan
yang sering muncul kemudian adalah,
“Apakah mantan penderita TB yang sudah dinyatakan
sembuh dapat kambuh lagi?”
Jawabannya, tidak menutup kemungkinan hal ini bisa
saja terjadi karena kondisi ketahanan tubuh orang tersebut sedang turun atau
lemah sehingga dengan mudahnya terserang kuman TB lagi. Namun kasus seperti ini
sangat jarang terjadi.
Yang sering terjadi adalah kemungkinan program
pengobatan sebelumnya yang dijalani pasien penderita TB tersebut tidak
dijalankan secara tuntas, jadi kuman TB di dalam tubuh pasien belum benar-benar
mati atau hilang sepenuhnya. Atau bisa juga kuman TB telah benar-benar mati
namun bekas luka atau pengobatan TB yang ditinggalkan pada paru-paru penderita
masih ada.
Dokter spesialis paru-paru yang menjadi narasumber
di acara Halo Dokter TVRI menyarankan untuk siapapun yang terserang batuk
selama minimal 2 atau 3 minggu berturut-turut disertai dahak dan tidak kunjung
sembuh, kemudian disertai demam, berkeringat saat
malam, dan juga
penurunan berat badan secara drastis; untuk segera memeriksakan kondisi
kesehatannya ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Akan lebih baik lagi jika langsung menghubungi
dokter spesialis paru-paru terdekat, jika menyadari gejala-gejala yang sudah
disebutkan sebelumnya, karena kemungkinan besar itu adalah gejala penyakit TB.
Semakin dini kita mendeteksi, semakin cepat kita
bertindak, maka semakin segera dapat diatasi dan proses penyembuhan akan lebih
cepat.
So, jangan
remehkan batuk dan jangan menunda-nunda untuk memeriksakan kondisi kesehatan
anda!
[Saya sampaikan terima kasih
untuk jpnn.com, bangka.tribunnews.com, fita-chakra.blogspot.com,
asacinta.blogspot.com,
yahoo.com, website Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, dan Halo Dokter TVRI, di mana saya
mendapatkan informasi yang sangat bermanfaat ini]
No comments:
Post a Comment