Akhir-akhir ini sedang marak berita di media tentang kasus dr. Ayu, dkk. Dimana menurut Pengadilan Negeri ketiga dokter
tsb (dr. Ayu dan kedua rekannya) tidak bersalah. Namun setelah dibawa ke Mahkamah
Agung ketiga dokter tsb terbukti bersalah karena lalai sehingga mengakibatkan
nyawa pasien melayang. Ada berbagai pendapat mengenai hal ini. Namun yang
muncul di permukaan adalah dua pendapat ini, yaitu dari pihak keluarga pasien vs pihak dokter rumah sakit. Pihak keluarga pasien
merasa bahwa pihak rumah sakit/ dokter telah melakukan malpraktek sehingga berakibat nyawa ibu muda yang sedang berusaha
melahirkan tidak dapat terselamatkan. Berdasarkan keterangan kakak korban, pihak
keluarga tidak diberi keterangan/ informasi yang jelas terkait kondisi pasien.
Mereka merasa jika pihak rumah sakit/ dokter tidak segera bertindak tetapi
justru mengulur-ngulur waktu sedangkan sebelum dirujuk ke rumah sakit kondisi
pasien telah dinyatakan kritis/ darurat di Puskesmas oleh bidan. Pihak keluarga
memberi keterangan bahwa air ketuban sudah pecah dan sudah sampai bukaan 8.
Pasien yang kesulitan untuk melahirkan secara normal/ alami ini ternyata juga
pernah mengalami hal serupa, saat proses melahirkan anak sebelumnya sang ibu
harus melalui jalan operasi caesar.
Menurut keluarga pihak dokter juga telah menyalahi aturan dan melanggar hak
pasien karena diketahui bahwa tanda tangan pasien dan ibu pasien dipalsukan,
serta keluarga belum diberi keterangan mengenai tindakan yang diambil setelah
selama lebih kurang 8 jam pasien diminta untuk melahirkan secara normal.
Keluarga baru dimintai persetujuan atau lebih tepatnya pemberitahuan setelah
proses operasi selesai. Selain itu ternyata diketahui jika ketiga dokter tsb melakukan
tindakan operasi tanpa didampingi dokter senior.
Namun keterangan keluarga pasien tsb tidak diamini oleh pihak dokter
rumah sakit tempat pasien dirawat. Menurut keterangan dokter saat dibawa ke
rumah sakit pasien dalam keadaan belum kritis dan baru bukaan 2. Karenanya
dokter meminta pasien untuk berusaha melahirkan secara normal. Baru setelah 8
jam ternyata belum berhasil dan kondisi mulai kritis, bayi harus segera
dikeluarkan, maka diambillah tindakan oprasi caesar. Namun sayangnya sang ibu tidak berhasil diselamatkan.
Karena adanya kejanggalan dari hasil forensik dan tidak puasnya keluarga terhadap
layanan dokter di rumah sakit tsb maka pihak keluarga melalui jaksa penuntut
mengajukan tuntutan ke Mahkamah Agung, dimana sebelumnya sewaktu di Pengadilan
Negeri kasus ini dimenangkan oleh pihak rumah sakit/ dokter. Sedang keputusan
dari Mahkamah Agung memenangkan pihak keluarga. dr. Ayu dan satu rekannya telah
ditahan, sedangkan satu rekannya yang lain masih masuk dalam Daftar Pencarian
Orang (DPO) alias buron.
Kasus yang sebenarnya telah terjadi tiga tahun lalu ini kembali mencuat
karena munculnya gerakan serentak sebagai wujud solidaritas para dokter yang
menolak adanya kriminalisasi terhadap dokter. Mereka melakukan aksi turun ke
jalan atau biasa disebut demo, hampir sama seperti mahasiswa-mahasiswa yang
sedang melakukan tuntutan terhadap ketidakadilan para penguasa negeri ini atau
adanya ketimpangan sosial di masyarakat. Bahkan ada diantara mereka ada yang
mengumpulkan koin untuk dr. Ayu, dkk. Sayangnya kegiatan yang dibuat dengan
tujuan menarik simpati masyarakat ini justru mengakibatkan sebagian masyarakat
kecewa, karena banyak akhirnya pasien di rumah sakit atau pelayanan kesehatan
lain yang tidak mendapat pelayanan kesehatan secara maksimal atau bahkan
terkesan ditelantarkan karena dokter sibuk turun ke jalan atau rapat. Ada yang
memotong jam kerja/ pelayanannya beberapa jam atau bahkan sampai benar-benar
tidak melayani pasien selama satu hari itu. Hal tsb terjadi di berbagai daerah.
Ada beberapa yang akhirnya menaruh simpati terhadap dr. Ayu, dkk dan mungkin
juga rekan seprofesi lainnya, namun banyak pula yang kecewa dan marah dengan
peristiwa tsb. Pertama, tentu karena
pasien merasa diabaikan dan dilanggar haknya, diakibatkan gerakan solidaritas
yang tentu sebenarnya mulia namun jadi kehilangan ruhnya karena dokter
meninggalkan kewajiban/ pekerjaannya yang juga mulia yaitu melayani pasien. Kedua, pasien akan menjadi paranoid jika mengetahui bahwa ternyata malpraktek tsb benar-benar terjadi, bila
memang pihak rumah sakit/ dokter tidak melakukan tindakan medis/ pelayanan
medis sesuai prosedur, mereka bisa saja menjadi korban berikutnya bukan. Ketiga, mereka akan merasa terancam jika
memberikan saran, kritik atau masukan kepada dokter atau tenaga medis lain,
namun justru diancam/ dituntut balik (masih
ingat kasus saudari Prita Mulyasari kan?). Ketakutan-ketakutan tsb wajar
adanya karena terkait pelayanan kesehatan memang sesuatu yang sangat rawan dan sensitif,
hal ini menyangkut hidup-mati pasien.
Begitupun pada pihak dokter yang telah melakukan segenap upaya untuk
menolong pasien dan dihadapkan pada risiko yang tidak mudah. Tentu mereka juga
ingin mendapat keadilan dan perlindungan, baik pasien atau masyarakat umum,
juga dokter dan tenaga medis lainnya. Intinya semua ingin dihargai hak-haknya.
Saya tidak akan mengulas panjang lebar tentang kasus tsb atau opini saya
terkait masalah ini. Saya hanya memberikan gambaran sedikit tentang masalah yang
telah menyita banyak perhatian masyarakat dan awak media ini. Di postingan saya
kali ini saya akan memberikan sedikit pengetahuan tentang hak-hak pasien dan
hak-hak rumah sakit terhadap pasien, agar kita lebih bisa memahami, menghargai
dan waspada dalam hal ini.
Berikut hak-hak pasien yang perlu
kita ketahui bersama:
1. Memperoleh pelayanan yang manusiawi dan tanpa diskrimasi
2. Memperoleh pelayanan medis dan keperawatan sesuai
standard
3. Hak memilih dokter dan kelas perawatan
4. Meminta konsultasi pada dokter lain (second
opinion)
5. Hak atas privacy dan kerahasian penyakit yang
diderita
6. emberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
kedokteran setelah terlebih dahulu memperoleh informasi jelas dan benar
mengenai penyakit dan tindakan yang akan dilakukan
7. Dalam keadaan kritis mempunyai hak didampingi
keluarganya
8. Memperoleh perlindungan hukum dan dapat menggugat
rumah sakit jika dirugikan
9. Hak menerima atau menolak bimbingan rohani
10. Keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan
11. Mendapat informasi mengenai:
a.
tata tertib dan peraturan rumah sakit
b.
perkiraan biaya pengobatan/ perawatan
c.
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis dan alternatif
tindakan
d.
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan.
Sementara hak-hak rumah sakit diantaranya adalah sbb:
- Menerima imbalan jasa pelayanan
- Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standard dan etika profesi serta peraturan perundang-undangan
- Merujuk pasien
- Menggugat secara perdata pihak-pihak yang
mengakibatkan kerugian
- Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan
- Membuat tata tertib bagi pasien.
Nah, dengan begini setidaknya kita tahu apa saja
hak-hak kita sebagai pasien dan hak-hak rumah sakit, sehingga kita tidak akan
ceroboh, lebih waspada dan berfikir cerdas.
Siapkah kita menjadi pasien atau pemakai jasa layanan
kesehatan yang cerdas? Dan untuk para dokter dan tenaga kesehatan lain, sudah
siapkah kalian untuk melayani tidak hanya dengan cerdas tapi juga dengan hati? Sepenuh
hati tentunya bukan setengah hati!
Sudah saatnya kita tak lagi terjebak dalam cara
pandang yang sempit. Mari belajar dan terus berusaha untuk melihat dan menilai
sesuatu dari berbagai sisi dengan sudut pandang yang lebih luas dan bersikap
bijak tentunya.
Salam cerdas untuk kita semua! J
Maaf jika kurang lengkap karena memang tanggal posting
dan akses sudah lumayan lama dan mungkin ada perkembangan yang belum penulis
ketahui. Karenanya dimohon teman-teman pembaca mau menambahkan atau sekedar
memberikan pendapatnya mengenai ini.
Saya tunggu komentarnya dan jangan lupa untuk follow
sekaligus share blog ini ya...
Terima kasih.
“Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena ALLAAH biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka ALLAAH lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya ALLAAH adalah Maha Mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan.”
(QS. An-Nisaa’: 135)
“Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena ALLAAH,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada ALLAAH, sesungguhnya ALLAAH
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Maidah: 8)