Tuberculosis (TB/ TBC) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis.
Penyakit ini termasuk penyakit menular. Penularannya bisa melalui udara yaitu
percikan dahak penderita TB yang terbawa angin dan terhirup secara tidak
sengaja ketika penderita TB batuk ataupun bersin. Kuman TB ditularkan melalui droplet
infection (partikel kecil yang keluar saat pasien TB batuk atau bersin).
Partikel paling banyak dikeluarkan saat penderita TB bersin (bisa sampai 4500),
sedangkan saat penderita TB batuk dapat mengeluarkan partikel sampai dengan
3500.
Ketika
seorang penderita TB bersin, batuk, atau meludah mereka dapat memercikkan kuman
penyebab TB tersebut dan orang lain bisa saja menghirupnya. Namun penularannya
tidak semudah yang banyak diduga orang. Berpapasan, berjabat tangan, berbincang-bincang,
serta makan dan minum bersama tidak membuat kuman ditularkan. Karena partikel
yang dikeluarkan juga sangat sedikit.
Penularan
TB terjadi melalui kontak erat dalam jangka waktu cukup lama. Selain itu yang
perlu diingat adalah bahwa seseorang yang tertular kuman TB belum tentu sakit
TB. Kuman TB dapat menjadi aktif selama bertahun-tahun dengan membentuk suatu
dinding sel berupa lapisan lilin tebal. Bila sistem kekebalan tubuh menurun
kemungkinan terjangkit penyakit TB sangat besar. Selain kondisi tubuh, life style dan lingkungan tempat tinggal
seseorang juga memberikan pengaruh.
KELOMPOK YANG RENTAN TB
Kelompok
yang rentan terjangkit penyakit TB diantaranya:
1.
Kelompok anak-anak, terutama pada usia
Balita (di bawah lima tahun)
2.
Kelompok yang mengalami gejala klinis
TB; misalnya demam, berkeringat saat malam, nafsu makan menurun, berat badan
berkurang, dan kecapekan
3.
Kelompok yang menderita penyakit yang
menurunkan daya tahan tubuh seperti HIV/ AIDS
4.
Kelompok yang kontak dengan pasien TB
5.
Kelompok ibu hamil
6.
Kelompok yang bertempat tinggal di
daerah yang sanitasinya rendah
Dalam
kaitannya dengan risiko infeksi, rokok
dinilai dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga perokok lebih rentan
tertular TB.
Prof.
Ali Gufron Mukti selaku Wakil Menteri Kesehatan pada masa pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono tahun 2013, mengatakan sel-sel pernapasan pada orang merokok rentan
mengalami gangguan atau kerusakan. Bagi sistem ketahanan tubuh, gangguan dan
kerusakan itu membuat seseorang rentan
tertular infeksi apapun termasuk TB.
Prof.
Gufron mengaku tidak tahu persis berapa persen prevalensi penderita TB yang
disebabkan oleh rokok. Namun berbagai penelitian ilmiah telah banyak mengaitkan
risiko penularan TB dengan kebiasaan merokok, baik perokok aktif maupun pasif.
Mengenai
kebijakan tentang KTR (Kawasan Tanpa Rokok), Prof. Gufron mengakui belum semua
daerah punya regulasi atau peraturan yang tegas soal pembatasan aktivitas
merokok. Walaupun begitu asosiasi walikota dan bupati punya deklarasi untuk
mendorong tumbuh kembangnya KTR.
Daerah
yang padat penduduknya, seperti di Indonesia terutama bagian barat, menjadi
wilayah yang rentan terjadi penularan TB.
Memang
belum ada penelitian yang spesifik mengenai hal ini namun kepadatan penduduk
memberi peluang besar penularan TB. Bakteri penyebab TB (Mycobacterium Tuberculosis) juga cepat menular di lingkungan dengan
sumber udara terbatas, misalnya ruangan berpendingin udara yang tertutup rapat.
Yang
perlu diingat, TB tidak selalu berada di daerah miskin. Selain rumah yang kotor
dan padat penduduk, rumah dengan jumlah penghuni yang banyak juga memudahkan
penyebaran penyakit TB.
Ketua
Forum Stop TB, Arifin Panigoro mengungkapkan bahwa penelitian mengenai lingkungan tempat
kuman TB tumbuh serta pencegahannya akan terus dilakukan. Daerah Indonesia
Timur menjadi sasaran untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya Halmahera Utara, Papua Barat dan
Merauke.
GEJALA & DIAGNOSA TB
Sebenarnya
tidak ada gejala yang berhubungan dengan TB aktif. Hanya saja ini jika sistem
kekebalan tubuh seseorang melemah, gejala yang muncul ketika infeksi TB akan
berkembang secara bertahap dan mungkin akan butuh waktu beberapa minggu sebelum
kita tahu kalau penyakit yang kita derita adalah TB.
Bakteri
TB umumnya terjadi di paru-paru, namun dapat pula menginfeksi setiap organ lain
seperti ginjal, kelenjar getah bening, tulang, dan sendi dalam tubuh.
Gejala umumnya bisa kita ketahui yaitu:
Batuk berdahak dalam waktu lama tidak
sembuh-sembuh (dua minggu atau lebih).
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu batuk darah, dahak berwarna hijau, kuning, atau bercampur darah; disertai
nyeri dada, sesak nafas, badan lemas, kelelahan, nafsu makan menurun, penurunan
berat badan, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, menggigil, dan demam
meriang lebih dari satu bulan.
Sementara
gejala TB pada anak ditandai dengan demam (meski tidak tinggi), anoreksia,
berat badan tak sesuai, gangguan gizi, lemah, lesu, dan lamban.
Dokter
spesialis anak, Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A menyarankan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa TB
pada anak.
Diagnosis
TB bisa dilakukan dengan X-ray,
analisis dahak (BTA dan biakan), tes kulit, dan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi materi genetik dari
penyebab bakteri TB.
DATA KASUS TB
Tingkat
prevalensi penderita TB di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100.000
penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100.000 penduduk. Bahkan 27 dari 1.000
penduduk terancam meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011 mengenai TB di Indonesia.
Laporan
tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TB meningkat 8,46%
dari 744 penderita TB di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun
kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7% dan
angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3%.
Melalui data tersebut
menunjukkan bahwa tiap tahunnya penderita TB meningkat secara siginfikan.
Peningkatan
ini sejatinya harus disikapi dengan berbagai tindakan, baik preventif maupun
kuratif oleh segenap masyarakat. Masalah kesehatan harus disadari oleh setiap
orang, termasuk soal TB.
Dalam
paparannya, Dirjen PP dan PL menegaskan, karena besarnya permasalahan
yang diakibatkan TB, maka TB tercakup sebagai salah satu indikator keberhasilan
program MDG’S. Indikator MDG’s untuk TB yang harus dicapai Indonesia yaitu
menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat TB menjadi setengahnya pada
tahun 2015, dibandingkan dengan kondisi tahun 1990.
Menurut
Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P., MARS, hampir semua target MDG’S
untuk TB di Indonesia sudah tercapai.
Pencapaian target MDG’s
untuk TB yaitu:
-Kejadian
TB semua kasus per 100.000 penduduk yaitu 206 pada tahun 1990 menjadi 185 pada
tahun 2012 (sudah tercapai);
-Prevalensi
TB semua kasus per 100.000 penduduk yaitu 443 pada tahun 1990 menjadi 297 pada
tahun 2012 (belum tercapai);
-Angka
kematian TB per 100.000 penduduk yaitu 92 pada tahun 1990 menjadi 27 pada tahun
2012 (sudah tercapai);
-Angka
penemuan kasus TB (CDR) yaitu 19,7% pada tahun 2000 menjadi 83% pada tahun 2012
(sudah tercapai);
-Dan
angka keberhasilan pengobatan TB (SR) yaitu 87% pada tahun 2000 menjadi 90%
pada tahun 2012 (sudah tercapai).
Walaupun
sudah ada kemajuan, namun beban permasalahan TB di Indonesia masih cukup besar,
yaitu angka kematian 67.000 per tahun dan angka insidensi 460.000 per tahun.
Bahkan di tahun 2016 ini peringkat negara Indonesia menduduki
posisi ke-4 berdasarkan jumlah penderita TB terbesar di dunia setelah China,
India dan Afrika Selatan.
Data
Kementerian Kesehatan menyebutkan, setiap tahunnya terdapat 450 ribu kasus
baru. Kondisi tersebut ditambah dengan peningkatkan kasus HIV sehingga memicu
peningkatkan infeksi TB-HIV.
Untuk
menekan angka kematian dan kasus baru TB,
Kementerian Kesehatan menargetkan pada
tahun 2050 Indonesia sudah bisa bebas TB.
PROGRAM PEMERINTAH &
DUNIA UNTUK MELAWAN TB
Upaya
untuk memberantas penyakit TB sebenarnya sudah menjadi gerakan dunia.
Terkait
banyaknya kasus TB di dunia yang mengkhawatirkan maka World Health Organization (WHO)
menerapkan program penanggulangan TB di seluruh dunia.
Menyadari
bahwa faktor biaya adalah penghambat utama pengobatan, maka salah satu program
WHO adalah pemberian obat secara gratis. Selain gratis,
obat TB mutunya telah terjamin. Terbukti telah digunakan secara
international oleh WHO.
Di
Indonesia, pengobatan TB secara gratis terdapat di Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4).
PENCEGAHAN & PENGOBATAN
TB
Vaksinasi
BCG merupakan salah satu cara untuk melindungi dari kemungkinan terkena TB
berat, yaitu TB di selaput otak (meningitis)
dan TB menyeluruh di paru. Namun faktanya vaksinasi ini belum bisa menjamin
100% bebas TB.
Kembali
lagi pada kondisi tubuh, jika daya tahan tubuh lemah, TB akan mudah menyerang.
TB bisa dicegah sejak dini dengan bergaya hidup sehat. Karena dengan pola hidup
yang sehat membuat daya tahan tubuh semakin kuat. Dan dengan daya tahan tubuh
yang kuat akan mampu menyingkirkan segala penyakit, termasuk TB.
Berhenti merokok, makan
makanan sehat bergizi, berolahraga, beristirahat yang cukup, menjaga kebersihan
diri dan lingkungan sekitar serta memperbanyak akses udara sangat penting untuk
pencegahan TB.
Sering
dikatakan bahwa pengobatan TB cukup berat karena basil TB
memang tergolong basil yang kuat. Butuh
setidaknya 6 bulan pengobatan non
stop agar pasien benar-benar sembuh. Bila seseorang telah menderita TB,
pasien harus minum obat secara rutin selama minimal enam bulan secara terus
menerus.
Pasien
akan mendapatkan obat dan diwajibkan kontrol sebelum obat benar-benar habis.
Kontrol bulanan ini penting untuk mengingatkan agar pasien tidak lalai meminum
obatnya sesuai aturan. Selain itu kontrol juga penting untuk konsultasi apabila
pasien mengalami efek samping minum obat.
Pengobatan
TB terkadang menimbulkan efek samping pada beberapa penderita penyakit TB.
Sebagian pasien merasakan mual, muntah, pusing, vertigo atau pegal dengan
tingkatan yang berbeda.
Namun
penderita TB tidak perlu kuatir dan jangan sekali-kali mencoba menghentikan
program pengobatan. Cara terbaik adalah dengan mengkonsultasikan dengan dokter
spesialis paru-paru anda mengenai efek samping yang anda rasakan.
Pada 2-3 bulan pertama (Fase Intensif)
pasien akan mendapatkan obat Rifamphisin,
Isoniazid (INH), Pirazinamid dan Ethambutol.
Empat
macam obat tersebut sudah dikemas dalam bentuk Fix Dose Combination (FDC). Obat itu diminum sekali setiap
hari tanpa berhenti selama dua bulan. Jumlah disesuaikan dengan berat badan
penderita TB.
Perlu
diketahui, dari pemeriksaan dokter akan menentukan apakah pengobatan tahap awal
cukup dilakukan 2 bulan saja atau perlu ditambah menjadi 3 bulan. Bila setelah
menjalani fase intensif, dari pemeriksaan dahak masih positif, maka fase
intensif dapat ditambah selama sebulan lagi. Baru kemudian dokter memutuskan
kapan pengobatan lanjutan 4 bulan diberikan.
Kemudian bulan berikutnya (Fase Lanjutan) ada dua macam obat yaitu Rifamphisin dan Isoniazid (INH), dalam bentuk
FDC diminum tiga kali dalam seminggu selama empat bulan tanpa boleh
berhenti dan harus tetap/ konsisten waktu meminumnya.
Tentu
saja dokter, perawat, atau petugas Puskesmas akan memberikan penjelasan tentang
aturan pakai Obat Anti TB (OAT) tersebut.
Penyembuhan
pasien TB tidak hanya difokuskan pada minum obat semata, tetapi
juga support kesehatan pada tubuh
agar maksimal dalam melawan penyakit. Bentuk support tersebut antara lain dengan memperhatikan makanannya;
diusahakan agar selalu mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat
yang cukup dan berolahraga. Yang tidak kalah penting adalah menjaga
kebersihan tubuh, memperhatikan sanitasi lingkungan, tidak merokok dan berjemur di bawah sinar matahari di pagi hari. Karena bakteri TB dapat
mati dengan terkena sinar matahari.
Untuk
menghindari penularan penyakit, penderita harus mengenakan masker. Jadi jika
bersin dan atau batuk harus ditutup. Penderita juga dilarang membuang ludah
atau dahak sembarangan karena kuman TB dapat menyebar melalui udara.
KESEMBUHAN PENDERITA TB
Keampuhan
Obat Anti TB (OAT) akan terlihat dari perbaikan kondisi pasien pada minggu ke
3-4 dari awal pengobatan.
Jika
awalnya pasien dewasa mengalami batuk-batuk yang sering siang-malam, maka akan
berangsur-angsur berkurang frekuensinya. Biasanya batuk masih akan datang malam
hari saja saat suhu udara dingin, dan lama kelamaan akan menghilang sama
sekali.
Demam
yang sering dirasakan pasien TB pun berangsur-angsur akan hilang.
Nafsu
makan pasien TB juga akan mulai membaik. Diiringi dengan asupan nutrisi yang
efektif untuk tubuh karena tidak lagi terambil porsinya untuk energi melawan
penyakit.
Tak
heran apabila berat badan pasien cenderung meningkat, tubuh pasien yang awalnya
sangat kurus berangsur berisi.
Seiring
hilangnya batuk, demam dan meningkatnya berat badan, tubuh pasien TB yang
tadinya merasa lesu dan loyo, setelah pengobatan akan terasa lebih segar. Yang
tadinya tidak sanggup berjalan, jadi punya energi lebih dan bisa berjalan kembali.
Hal
ini pernah dialami ayah saya yang pernah menderita TB. Beliau awalnya sering
batuk, sesak nafas, kurus bahkan sampai tidak bisa bangkit dari tempat
tidurnya. Namun lama kelamaan sudah bisa duduk, berdiri dan kemudian
berjalan-jalan. Nafsu makan kembali sehingga tubuh tidak sekurus saat awal-awal
terserang TB atau awal-awal proses program pengobatan TB-nya berjalan.
Jadi
yang sangat diperlukan adalah keinginan untuk sembuh dari penderita TB,
kesabaran dari penderita TB juga Pengawas Minum Obat (PMO), keluarga atau
kerabat dekat yang ikut merawat. Karena proses penyembuhan penderita TB
tidaklah sebentar dan benar-benar harus diawasi serta diberikan dukungan.
Harus
tetap diingat bahwa tanda-tanda perbaikan kondisi pasien TB belum tentu menjadi
jaminan baksil TB sudah terbasmi tuntas. Karena itu pengobatan tidak boleh
terhenti sebelum dokter menyatakan sembuh walaupun pasien terlihat membaik.
Pengobatan TB memang memerlukan waktu yang lebih lama dibanding penyakit lain.
Seringkali
pasien yang berobat merasa sudah menjadi lebih baik dengan hilangnya gejala
batuk, demam, berat badan turun dan lesu. Hal ini membuat pasien mengira
dirinya sudah sembuh dan lantas berhenti berobat. Padahal berhenti di tengah
masa pengobatan bisa mengakibatkan TB MDR
(Multi Drug Resistant) atau
penyakit menjadi kebal dan sulit diobati.
Untuk
kasus baru TB Premier (pertama kali
terkena TB) minimal harus berobat
secara teratur selama 6 bulan. Setelah 6 bulan pngobatan atau lebih dokter akan
memeriksa kembali dahak (sputum)
selama 3 kali untuk melihat apakah masih terdapat kuman TB.
Selain
itu juga dilakukan pemeriksaan foto Rontgen
dada, untuk dijadikan perbandingan dari masa awal pengobatan TB. Kedua hal ini
akan menjadi pertimbangan utama bagi dokter. Jika hasil tes dahak dinyatakan
negatif dan foto rontgen menunjukkan
hasil sama atau berkurang maka pasien dinyatakan sembuh.
Flek
bekas TB di paru-paru tidak bisa dihilangkan. Bekas di paru timbul akibat
penyembuhan jaringan paru yang terinfeksi sehingga menimbulkan bekas parut di
paru yang tampak saat di rontgen.
Hasil inilah yang membuat dokter yakin pasien sudah sembuh. Pasien dinyatakan
sembuh dari TB Primer harus tetap
mewaspadai bahwa TB pada pasien tersebut dapat kambuh lagi sewaktu-waktu
apabila kembali tertular.
KEKAMBUHAN PENDERITA TB
Gagalnya
pengobatan TB dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya:
1. Sulitnya penderita
TB menjangkau fasilitas kesehatan
2. Tingkat ekonomi
penderita yang rendah menyebabkan kebersihan, kesehatan, dan gizi terkadang bukan
menjadi prioritas utama
3. Kurangnya petugas
kesehatan
4. Anggapan harga
obat yang mahal
5. Kurangnya motivasi
untuk berobat karena prosedur yang berbelit
Jika
pengobatan TB terhenti atau tak tuntas maka kuman tak akan mati. Untuk
pengobatannya butuh waktu yang lebih lama. Pada penderita TB yang resisten
obat, bahkan dia harus menjalani suntik dan minum obat dalam waktu dua tahun.
Pakar TB, Dr Arifin Nawas, Sp.P Mars
mengatakan bahwa rata-rata pasien yang telah sembuh setelah setahun yang kambuh
lagi sekitar lima persenan.
Beliau mengatakan penyakit TB dapat kambuh lagi karena beberapa
kemungkinan. Apabila penderita kembali menjalani
pola hidup tidak sehat, seperti begadang, merokok, makan tidak bergizi dan
sebagainya yang berpotensi melemahkan daya tahan tubuh dan membangunkan kembali
kuman yang tidur di dalam tubuh.
Karena
kuman yang tadinya dorman (tidak
aktif) yang belum mati di tubuh kembali aktif akibat pengobatan yang kurang
kuat atau saat imunitas tubuh melemah sehingga kembali terkena penyakit TB.
Bisa juga karena reinfeksi, yaitu penderita terinfeksi ulang atau tertular lagi
dari luar (dari orang lain) saat kekebalan tubuh sedang menurun.
Untuk
menghindari hal tersebut terulang kembali, sebaiknya pasien tetap mengkonsumsi
Obat Anti TB selama sekitar 1 bulan setelah hasil rontgen menyatakan paru-paru bersih dari bakteri Mycobacterium penyebab TB.
Penurunan
berat badan bisa mengindikasikan adanya penyakit yang masih menyerang tubuh
anda. Untuk lebih amannya lebih baik melakukan general check up secara rutin.
KASUS MENINGGAL AKIBAT TB
Penyakit TB sering luput dari perhatian publik.
Padahal, penyakit ini termasuk penyebab kematian kedua terbanyak. Setiap jamnya
diperkirakan 175 orang meninggal akibat TB.
Dr.
Arifin Nawas, Sp.P
mengingatkan jika penyakit ini tak diobati maka 50% penderita akan meninggal
dalam lima tahun. Dia mengatakan saat ini 95% TB menyerang paru-paru. Sisanya
merupakan TB extra paru dan biasanya menyerang kelenjar di leher. Karena itu
harus diwaspadai juga adanya penyakit lainnya dari kelenjar ini.
Arifin
Panigoro, Ketua Forum Stop TB Partnership menuturkan bahwa TB adalah penyakit yang
paling mematikan setelah stroke, dan jantung. Tiap tahun 65 ribu orang
meninggal karena TB, tertinggi setelah China, India dan Afrika selatan.
KONTRIBUSI KITA UNTUK MELAWAN
TB
Lalu
kemudian pertanyaan yang muncul di benak kita sekarang adalah kontribusi apa
yang bisa kita lakukan untuk turut serta berpartisipasi dalam upaya mencegah
dan melawan TB?
Bekerjasama
akan mempermudah penemuan kasus TB.
Berikut
cara-cara yang dapat kita lakukan untuk ikut melawan penyakit TB:
1.
Mengaktifkan komunitas TB
2.
Ikut
ambil bagian sebagai PMO (Pengawas Minum Obat)
3.
Memberdayakan
mantan pasien penderita TB
4.
Menjadi
anggota masyarakat yang peduli TB
Supaya
penderita TB tidak merasa diasingkan; keluarga, kerabat, teman, petugas
kesehatan dan orang-orang di sekitarnya, termasuk juga pemilik perusahaan
tempat penderita TB bekerja, bisa menjadi support group bagi penderita
TB.
Kehadiran
support group ini sangat penting bagi penderita TB di manapun dia
berada.
Yang bisa dilakukan oleh support group
ini adalah:
1.
Memberikan
semangat untuk melakukan pengobatan sampai tuntas
2.
Mengingatkan
untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan
3.
Mengingatkan
waktu minum obat
4.
Tidak
menjauhi penderita TB sehingga dia tetap merasa berharga
5.
Memberikan
pandangan pada penderita TB bahwa menjaga supaya penyakitnya tidak menular
merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat.
UNTUK YANG BUKAN PENDERITA TB, BERIKUT AKSI NYATA YANG BISA
DILAKUKAN
1.
PENGAWAS MINUM OBAT (PMO)
Memotivasi para pasien TB supaya punya semangat juang untuk
sembuh
dengan membujuk dan membawa orang yang diduga
terkena TB untuk memeriksakan diri, berobat dan disiplin
minum obat serta menjadi PMO jika diperlukan.
2. SEARCHING & SHARING
Mencari pengetahuan
mengenai TB kemudian berbagi pada orang lain
melalui blog, social media, internet, surat
kabar maupun media lain.
Bagi anda yang ingin
ikut berpartisipasi melawan penyakit TB, silahkan share postingan blog saya
ini di blog, G+, Twitter, Facebook, dan
akun media sosial anda lainnya. Terima kasih.
3.
BERSIMPATI DAN JANGAN DISKRIMINATIF
TB bisa menyerang
siapa saja. Kita harus berpikir positif pada penderita TB dan mengabaikan
stigma negatif, hindari sikap diskriminasi dan hargai orang lain.
KHUSUS BAGI ANDA PENGELOLA DAN PEMILIK PERUSAHAAN, UNTUK MELAWAN
PENYAKIT TB ANDA DAPAT MELAKUKAN LANGKAH-LANGKAH INI
1.
Segera
menemukan jika ada karyawan yang memiliki gejala TB
2.
Memiliki
fasilitas kesehatan di perusahaan
3.
Memberikan
cuti apabila karyawan butuh waktu untuk berobat
4.
Bila
diketahui BTA positif diberikan pilihan cuti 2-4 minggu seperti anjuran WHO
atau cuti sampai BTA negatif
SEDANGKAN UNTUK PENDERITA TB, INGAT DAN LAKUKANLAH SELALU POIN-POIN
PENTING BERIKUT INI
1.
Patuh
dan berkomitmen menyelesaikan program pengobatan TB sampai tuntas
2.
Berusaha
untuk tidak menularkan TB pada orang lain
3.
Menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan sekitar
4.
Menjaga
asupan gizi untuk diri sendiri dan keluarga
5.
Melakukan
pengecekan kesehatan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan
6. Banyak istirahat
7.
Cintai diri sendiri dan keluarga
8.
Berpikir positif dan selalu optimis
9. Mencari
dan bergabung dengan support grup
10. Bersabar dan doa
AGAR TB TIDAK MENULAR KE
ORANG LAIN MAKA PENDERITA TB HARUS MELAKUKAN HAL-HAL BERIKUT
1.
Mengenakan
masker
2.
Tidak
membuang dahak sembarangan
3.
Menutup
mulut jika batuk dan bersin (apabila sedang tidak mengenakan masker)
4.
Sering-sering
mencuci tangan pada air mengalir sampai bersih, terutama setelah terkena dahak
5.
Mengganti
masker jika diperlukan dan tidak meletakkannya di sembarang tempat
Penderita
TB juga butuh bergaul supaya kehidupan sosialnya tetap berjalan normal.
Menjadi
seorang penderita TB memang melelahkan. Selain berjuang menghadapi penyakit,
juga terkadang mengalami keterasingan. Padahal, tak semua penderita TB akan
menularkan kumannya. Yang menular hanya kuman TB yang berasal dari penderita TB
dengan dahak BTA positif.
Menurut parenting.co.id,
ketika seseorang menderita TB, sesudah 2 minggu menjalani pengobatan ia sudah
tidak lagi menulari lingkungannya.
Menurut salah satu dokter
spesialis anak seperti dikutip dari tempo.co, TB pada anak tidak menular, yang bahaya itu dari dewasa ke anak.
Meski
demikian, sebagai langkah preventif, tetap saja seorang penderita TB harus
menjaga supaya dahaknya tidak tersebar ke mana-mana. Karena seperti yang kita
ketahui, dahak tersebut dapat menularkan kuman TB.
[Saya sampaikan terima
kasih untuk stoptbndonesia.org, tbindonesia.or.id, yahoo.com, tempo.co, jpnn.com, bangka.tribunnews.com,
parenting.co.id, fita-chakra.blogspot.com, asacinta.blogspot.com, dan Halo Dokter TVRI, di
mana saya mendapatkan informasi yang sangat bermanfaat ini]