Rohana
hidup pada jaman yang sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang
baik sangat dibatasi. Jika Kartini hanya menyampaikan idenya lewat tulisan di
surat-suratnya; Rohana sudah melakukan tindakan nyata dengan menjadi jurnalis
dan menerbitkan koran-koran, beliau bahkan mendirikan sekolah sekaligus
mengajar dan berbisnis.
Bagi yang mengerti sejarah dan sepak terjang Rohana mungkin
sempat bertanya-tanya mengapa bukan beliau yang dijadikan sebagai ikon ibu
emansipasi perempuan namun justru Kartini?
HOME SCHOOLING
Rohana
Kudus adalah seorang
wartawan inspiratif Indonesia. Beliau adalah pendiri surat kabar perempuan
pertama di Indonesia. Terlahir
dengan nama Siti Rohana pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang,
Kabupaten Agam, Sumatera barat. Beliau adalah anak dari pasangan suami istri
Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Rohana Kudus adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir (Perdana Menteri
Indonesia pertama) dan bibi dari penyair terkenal Chairil Anwar (penyair Pelopor Angkatan 45). Rohana juga merupakan sepupu
dari Agus Salim (Duta Besar RI
pertama dan tokoh pelopor home schooling Indonesia).
Jangan pernah meremehkan home schooling.
Rohana
sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan formal, pendidikan didapat dari home schooling. Ayahnya sendiri yang
mengajari Rohana baca tulis. Ayahnya yang merupakan pegawai pemerintah Belanda adalah
seorang pencetus Sekolah Rakyat
khusus bagi pribumi di Koto Gadang. Semangat belajar Rohana yang tinggi dan
kegemarannya membaca membuatnya cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya. Di
usia yang masih sangat muda Rohana sudah bisa menulis, membaca, dan menguasai bahasa
Belanda. Selain itu beliau juga belajar abjad Arab, Latin dan Arab-Melayu.
Ketika
Mohamad Rasjad Maharadja Soetan, ayah Rohana ditugaskan ke Alahan Panjang;
mereka bertetangga dengan pejabat Belanda, yang merupakan atasan ayahnya. Dari
istri pejabat Belanda itulah Rohana belajar menyulam, menjahit, merenda, dan
merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda. Beliau juga banyak membaca
majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, pendidikan, dan
gaya hidup Eropa.
PENDIDIKAN UNTUK PEREMPUAN
Rohana
merupakan perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama
untuk kaum perempuan. Rohana termasuk salah satu dari segelintir perempuan pada
jamannya yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk
kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus
dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya, Rohana
melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.
Pada tahun
1908, di usia 24 tahun Rohana menikah dengan Abdul Kudus yang berprofesi sebagai notaris. Dari nama suaminya
inilah Rohana mendapatkan nama belakang Kudus. Suami Rohana sangat mendukung
Rohana dalam perjuangannya untuk merubah nasib perempuan terutama dalam hal
pendidikan.
Berbekal
semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah kembali ke kampung Rohana
mengundang 60 tokoh masyarakt Koto Gadang dan mempresentasikan ide berdirinya
sekolah khusus perempuan. Para tokoh masyarakat tersebut mengagumi dan
menyetujui pendirian sekolah tersebut. Akhirnya pada tanggal 11 Februari 1911 berdirilah
sekolah keterampilan khusus perempuan Sekolah Kerajinan Amai Setia. Di
sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan
mengelola keuangan, membaca, menulis, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa
Belanda. Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam mewujudkan
cita-citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan
benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang,
bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya untuk
memajukan kaum perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru
membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.
Sejak kecil passion mengajar Rohana sudah muncul.
Tahukah anda di usia 8 tahun Rohana sudah mengajar baca tulis pada teman-teman
sepermainannya?
PEBISNIS DAN JURNALIS
Selain
berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah
Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk
kepentingan sekolahnya. Selain itu Rohana juga menjadi perantara untuk
memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memenuhi syarat ekspor. Ini
menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan
pinjam dan jual beli, yang anggotanya semua perempuan, yang pertama di
Minangkabau.
Banyak
petinggi Belanda yang kagum pada kemampuan dan dedikasi Rohana. Selain
menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih
berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi
dan memiliki wawasannya yang luas. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di
Belanda. Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut
sebagai perintis pendidikan perempuan
pertama di Sumatera Barat.
Keinginan
untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di
kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat
kabar perempuan bernama Sunting Melayu pada tanggal 10
Juli 1912. Surat kabar ini mrupkan hasil kerjasama Rohana dengan Dt. St.
Maharaja pimpinan surat kabar Utusan Melayu.
Sunting Melayu
merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi,
redaktur dan penulisnya adalah perempuan.
Kisah
sukses Rohana di Sekolah Kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama, pada
tanggal 22 Oktober 1916 seorang siswanya menjatuhkannya dari jabatan Direktris
dan Peningmeester karena tuduhan
penyelewengan penggunaan keuangan. Rohana harus menghadapi beberapa kali
persidangan yang diadakan di Bukittinggi dengan didampingi suaminya, seorang
yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga. Setelah beberapa kali
persidangan tuduhan pada Rohana tidak terbukti, jabatan di sekolah Amai Setia
kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena dia berniat
pindah ke Bukittinggi.