Tanggal
11 Oktober 2015 di Gedung Graha Medika FK UB telah diadakan kajian
buku “Vaksinasi Mubah dan Bermanfaat”. Acara ini merupakan salah
satu rangkaian acara Islamic
Medicine Scientific Competicion and Book Review
(IMSCOBI). Kali ini saya akan mencoba merangkumkannya untuk para
pembaca.
MATERI
1: USTADZ
ABDULLAAH SHALEH AL-HADRAMI
Menilai
benda najis adalah dari rasa, warna dan baunya.
Istihalah
adalah berubahnya sesuatu dari tabiat asal atau sifatnya yang awal.
Sedangkan
istihlal
adalah percampuran benda najis atau haram pada benda yang suci
sehingga mengalahkan sifat najisnya; baik rasa, warna dan baunya
sudah berubah (tidak najis).
Ukuran
air suci yang tidak akan berubah menjadi najis meski terkena najis –
sedikit - adalah 2 qullah.
Sifat asal air adalah suci dan menyucikan.
Segala
sesuatu selain ibadah hukum awalnya boleh (mubah),
kecuali ada aturan yang melarang atau mengharamkannya. Sedangkan
untuk ibadah hukum awalnya haram, kecuali ada aturan atau dalil yang
menghalalkan atau memperbolehkannya. Karenanya kita perlu
berhati-hati dalam hal ini.
Rumor
yang beredar di masyarakat tentang vaksin yang mengandung babi dan
bersifat najis sehingga haram
untuk kita melakukan vaksinasi adalah tidak tepat dan tidak benar.
Tidak tepat karena tidak semua vaksin mengandung babi. Penggunaan
enzim babi hanya sebagai katalisator dalam pembuatan vaksin. Sehingga
tidak benar jika vaksin dikatakan najis dan dihukumi haram.
Sekalipun – misalnya – ditemukan vaksin yang memang najis tetap
diperbolehkan karena vaksinasi atau imunisasi termasuk pengobatan
darurat.
Lalu
bagaimana dengan Tahnik?
Tahnik
merupakan sunnah
Rasulullaah
namun hal ini tidak dapat mewakili atau sebagai pengganti dari
vaksinasi.
Ada
beberapa kalangan yang mengatakan bahwa pengobatan modern tidak baik,
jadi mereka anti terhadap pengobatan modern kemudian hanya percaya
pada thibbun
nabawi
(pengobatan ala
nabi). Ada juga yang sebaliknya, hanya mempercayai thibbun
nabawi
dan anti pengobatan modern. Kalangan yang lain meyakini pengobatan
herbal adalah yang terbaik dan mengecilkan yang lain. Kita perlu
berfikir cerdas dan bijak di sini. Semua pengobatan itu baik asalkan
tidak menyalahi aturan atau takaran, selama halal
maka boleh. Kita tidak perlu mempertentangkan antara pengobatan yang
satu dengan yang yang lain, dan mengatakan pengobatan yang lain buruk
tanpa ada dasar yang jelas. Utarakan pendapat dengan dasar atau dalil
yang benar dan tepat serta didasari hasil penelitian ilmiah atau
fakta di lapangan. Jika kita memahami dengan benar pengobatan modern,
thibbun
nabawi,
pengobatan herbal dan pengobatan alternatif dapat menjadi treatment
yang saling mendukung dan menguatkan. Yang perlu digarisbawahi adalah
segala sesuatu harus diserahkan pada ahlinya.
Berikut
hukum pengobatan menurut Islam:
1.
Hambali mengatakan lebih afdhol
(baik) kita tidak berobat
2.
Tidak boleh (haram)
berobat
3.
Berobat disyariahkan, dan hukumnya dibagi lagi menjadi dua yaitu
a.
Boleh (mubah)
menurut jumhur
‘ulama
(sebagian besar ulama)
b.
Wajib (fardhu)
jika pengobatan tersebut memberi manfaat atau demi kelangsungan hidup
dan jika tidak berobat maka akan membahayakan nyawa kita.
Lalu
bagaimana dengan obat yang mengandung alkohol, apakah diperbolehkan
dikonsumsi menurut Islam?
Obat
yang mengandung alkohol yang sedikit dan tidak memabukkan
diperbolehkan digunakan untuk pengobatan. Asalkan tidak seluruhnya
alkohol, namun hanya sedikit saja. Penilaian sedikit tentu saja ada
aturan dan takarannya. Hukumnya sama dengan penggunaan morfin atau
narkotika lain dalam bidang kedokteran untuk pengobatan, terapi atau
pembiusan. Semua itu diperbolehkan jika terpaksa (darurat) dan tidak
ada penggantinya.
MATERI
2: DR.
RAEHANUL BAHRAEN
Dr.
Raehanul Bahraen penulis buku Vaksinasi Mubah dan Bermanfaat*
menyampaikan bahwa tidak semua vaksin menggunakan enzim babi. Vaksin
yang menggunakan enzim babi sekalipun fungsinya hanya sebagai
katalisator yaitu untuk mempercepat reaksi. Enzim babi tersebut tidak
bergabung dengan zat dan tidak ada dalam hasil akhir. Jadi vaksin
tersebut tidak najis, hukumnya halal dipakai.
Mari
bandingkan dengan binatang jalalah yang biasa memakan najis, hewan
tersebut ternyata boleh dimakan namun sebelumnya harus dikurung
selama tiga hari dan jangan sampai memakan sesuatu yang najis.
Dr.
Raehanul Bahraen menyatakan belum menemukan fatwa ulama yang
mengatakan bahwa vaksinasi/ imunisasi hukumnya haram.
Pro
kontra vaksin – dalam hal ini terkait indikasi penggunaan enzim
babi – tidak hanya terjadi di Indonesia dan negara Islam ataupun
negara mayoritas muslim, namun juga yahudi dan negara non muslim.
Pemerintah
Arab Saudi bahkan melakukan tindakan preventive
yaitu mewajibkan vaksin Meningitis untuk seluruh peserta/ jamaah
haji.
Ada
yang mengatakan bahwa vaksin yang mengandung merkuri dapat
menyebabkan autis. Pernyataan ini tidak benar. Merkuri yang
terkandung di dalam vaksin berbeda dengan yang terdapat di air raksa.
Merkuri dalam vaksin sudah diatur sesuai takaran sehingga tidak
berbahaya.
Tahukah
pembaca bahwa kepiting sebenarnya juga mengandung merkuri?
Namun
kandungan merkuri dalam kepiting tidak berbahaya.
Karenanya
jangan terburu-buru panik dan menyimpulkan sesuatu secara gegabah
tanpa didasari ilmu dan pengetahuan yang mendukung.
Vaksin
adalah memasukkan antigen atau resektor dari bakteri ke dalam tubuh,
agar tubuh menjadi kebal atau menolak penyakit.
Bakteri
sebelumnya dilemahkan atau dimatikan.
Kekebalan/
imunitas kelompok:
Misal
dalam 1 kelompok sebagian besar telah diimunisasi/ vaksinasi, meski
ada sebagian kecil (1 atau 2 orang) dari kelompok yang tidak
imunisasi/ vaksinasi, namun mereka bisa terlindungi dengan adanya
kelompok yang sudah diimunisasi tersebut. Jadi secara tidak langsung
orang-orang yang diimunisasi/ vaksinasi telah membantu atau
menyelamatkan orang yang tidak diimunisasi/ vaksinasi.
*Untuk
mempelajari lebih dalam terkait materi vaksinasi ini tentu saja
pembaca dapat membaca buku karya dr. Raehanul Bahraen.
No comments:
Post a Comment