| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Saturday, 14 November 2015

KAJIAN BUKU VAKSINASI MUBAH DAN BERMANFAAT

Tanggal 11 Oktober 2015 di Gedung Graha Medika FK UB telah diadakan kajian buku “Vaksinasi Mubah dan Bermanfaat”. Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara Islamic Medicine Scientific Competicion and Book Review (IMSCOBI). Kali ini saya akan mencoba merangkumkannya untuk para pembaca.

MATERI 1: USTADZ ABDULLAAH SHALEH AL-HADRAMI
Menilai benda najis adalah dari rasa, warna dan baunya.
Istihalah adalah berubahnya sesuatu dari tabiat asal atau sifatnya yang awal.
Sedangkan istihlal adalah percampuran benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkan sifat najisnya; baik rasa, warna dan baunya sudah berubah (tidak najis).
Ukuran air suci yang tidak akan berubah menjadi najis meski terkena najis – sedikit - adalah 2 qullah. Sifat asal air adalah suci dan menyucikan.
Segala sesuatu selain ibadah hukum awalnya boleh (mubah), kecuali ada aturan yang melarang atau mengharamkannya. Sedangkan untuk ibadah hukum awalnya haram, kecuali ada aturan atau dalil yang menghalalkan atau memperbolehkannya. Karenanya kita perlu berhati-hati dalam hal ini.

Rumor yang beredar di masyarakat tentang vaksin yang mengandung babi dan bersifat najis sehingga haram untuk kita melakukan vaksinasi adalah tidak tepat dan tidak benar. Tidak tepat karena tidak semua vaksin mengandung babi. Penggunaan enzim babi hanya sebagai katalisator dalam pembuatan vaksin. Sehingga tidak benar jika vaksin dikatakan najis dan dihukumi haram. Sekalipun – misalnya – ditemukan vaksin yang memang najis tetap diperbolehkan karena vaksinasi atau imunisasi termasuk pengobatan darurat.

Lalu bagaimana dengan Tahnik?
Tahnik merupakan sunnah Rasulullaah namun hal ini tidak dapat mewakili atau sebagai pengganti dari vaksinasi.
Ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa pengobatan modern tidak baik, jadi mereka anti terhadap pengobatan modern kemudian hanya percaya pada thibbun nabawi (pengobatan ala nabi). Ada juga yang sebaliknya, hanya mempercayai thibbun nabawi dan anti pengobatan modern. Kalangan yang lain meyakini pengobatan herbal adalah yang terbaik dan mengecilkan yang lain. Kita perlu berfikir cerdas dan bijak di sini. Semua pengobatan itu baik asalkan tidak menyalahi aturan atau takaran, selama halal maka boleh. Kita tidak perlu mempertentangkan antara pengobatan yang satu dengan yang yang lain, dan mengatakan pengobatan yang lain buruk tanpa ada dasar yang jelas. Utarakan pendapat dengan dasar atau dalil yang benar dan tepat serta didasari hasil penelitian ilmiah atau fakta di lapangan. Jika kita memahami dengan benar pengobatan modern, thibbun nabawi, pengobatan herbal dan pengobatan alternatif dapat menjadi treatment yang saling mendukung dan menguatkan. Yang perlu digarisbawahi adalah segala sesuatu harus diserahkan pada ahlinya.

Berikut hukum pengobatan menurut Islam:
1. Hambali mengatakan lebih afdhol (baik) kita tidak berobat
2. Tidak boleh (haram) berobat
3. Berobat disyariahkan, dan hukumnya dibagi lagi menjadi dua yaitu
a. Boleh (mubah) menurut jumhur ‘ulama (sebagian besar ulama)
b. Wajib (fardhu) jika pengobatan tersebut memberi manfaat atau demi kelangsungan hidup dan jika tidak berobat maka akan membahayakan nyawa kita.

Lalu bagaimana dengan obat yang mengandung alkohol, apakah diperbolehkan dikonsumsi menurut Islam?
Obat yang mengandung alkohol yang sedikit dan tidak memabukkan diperbolehkan digunakan untuk pengobatan. Asalkan tidak seluruhnya alkohol, namun hanya sedikit saja. Penilaian sedikit tentu saja ada aturan dan takarannya. Hukumnya sama dengan penggunaan morfin atau narkotika lain dalam bidang kedokteran untuk pengobatan, terapi atau pembiusan. Semua itu diperbolehkan jika terpaksa (darurat) dan tidak ada penggantinya.


MATERI 2: DR. RAEHANUL BAHRAEN
Dr. Raehanul Bahraen penulis buku Vaksinasi Mubah dan Bermanfaat* menyampaikan bahwa tidak semua vaksin menggunakan enzim babi. Vaksin yang menggunakan enzim babi sekalipun fungsinya hanya sebagai katalisator yaitu untuk mempercepat reaksi. Enzim babi tersebut tidak bergabung dengan zat dan tidak ada dalam hasil akhir. Jadi vaksin tersebut tidak najis, hukumnya halal dipakai.

Mari bandingkan dengan binatang jalalah yang biasa memakan najis, hewan tersebut ternyata boleh dimakan namun sebelumnya harus dikurung selama tiga hari dan jangan sampai memakan sesuatu yang najis.

Dr. Raehanul Bahraen menyatakan belum menemukan fatwa ulama yang mengatakan bahwa vaksinasi/ imunisasi hukumnya haram.

Pro kontra vaksin – dalam hal ini terkait indikasi penggunaan enzim babi – tidak hanya terjadi di Indonesia dan negara Islam ataupun negara mayoritas muslim, namun juga yahudi dan negara non muslim.
Pemerintah Arab Saudi bahkan melakukan tindakan preventive yaitu mewajibkan vaksin Meningitis untuk seluruh peserta/ jamaah haji.

Ada yang mengatakan bahwa vaksin yang mengandung merkuri dapat menyebabkan autis. Pernyataan ini tidak benar. Merkuri yang terkandung di dalam vaksin berbeda dengan yang terdapat di air raksa. Merkuri dalam vaksin sudah diatur sesuai takaran sehingga tidak berbahaya.
Tahukah pembaca bahwa kepiting sebenarnya juga mengandung merkuri?
Namun kandungan merkuri dalam kepiting tidak berbahaya.
Karenanya jangan terburu-buru panik dan menyimpulkan sesuatu secara gegabah tanpa didasari ilmu dan pengetahuan yang mendukung.

Vaksin adalah memasukkan antigen atau resektor dari bakteri ke dalam tubuh, agar tubuh menjadi kebal atau menolak penyakit.
Bakteri sebelumnya dilemahkan atau dimatikan.

Kekebalan/ imunitas kelompok:
Misal dalam 1 kelompok sebagian besar telah diimunisasi/ vaksinasi, meski ada sebagian kecil (1 atau 2 orang) dari kelompok yang tidak imunisasi/ vaksinasi, namun mereka bisa terlindungi dengan adanya kelompok yang sudah diimunisasi tersebut. Jadi secara tidak langsung orang-orang yang diimunisasi/ vaksinasi telah membantu atau menyelamatkan orang yang tidak diimunisasi/ vaksinasi.

*Untuk mempelajari lebih dalam terkait materi vaksinasi ini tentu saja pembaca dapat membaca buku karya dr. Raehanul Bahraen. 
 

No comments:

Post a Comment