| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Wednesday, 5 March 2014

DOKTER AYU CS BEBAS

Masih ingatkah pembaca dengan terpidana kasus malpraktik yang berakibat meninggalnya salah seorang ibu saat setelah melahirkan anaknya, yang sempat menyita perhatian pemerhati dan praktisi kesehatan, media serta masyarakat? Yup dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani Sp.OG, ternyata hanya tiga bulan saja menghuni Rutan Malendeng, Manado. Terhitung sejak tanggal 7 Februari 2014 dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani Sp.OG serta dua rekannya, dr. Hendry Simanjuntak Sp.OG dan dr. Hendy Siagian Sp.OG, dapat menghirup udara bebas. Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Ayu cs.

Bebasnya tiga terpidana itu diputus dalam sidang PK yang dihadiri lima hakim agung, yang diketuai oleh Mohammad Saleh. Saat dikonfirmasi, Humas MA, Ridwan Mansyur menyampaikan Majelis PK menyatakan pemohon PK tidak menyalahi SOP dalam menangani operasi Section Caesarea. Hal ini berarti putusan Judex Jurist (MA) awal November 2013 yang memutuskan dr. Ayu cs bersalah dan divonis 10 bulan batal. PK menyatakan pertimbangan Judex Factie (Pengadilan Negeri) yang memutuskan dr. Ayu cs tidak bersalah sudah tepat dan benar. Dalam putusannya majelis PK meminta agar tiga terpidana segera dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan. Namun lima hakim tsb tidak bulat dalam mengabulkan PK Ayu cs, hakim Surya Jaya mempunyai pendapat lain (Dissenting Opinion).

Untuk menyegarkan ingatan kita tentang kasus tsb akan saya coba jabarkan kronologis kejadian. Kasus tsb berawal ketika dr. Ayu dan dua rekannya, dr. Hendry dan dr. Hendy menangani pasien bernama Julia Fransiska Makatey yang melahirkan anak keduanya pada tahun 2010 melalui operasi caesar. Saat operasi keluar darah hitam yang menandakan pasien kehabisan oksigen. Sang ibu yang malang itu pun meninggal dunia tak lama setelah putrinya bernama Flora Notanubun, berhasil dikeluarkan. Emboli (gelombang udara) yang masuk ke jantung ibu tsb dituding sebagai kelalaian dokter sehingga Ayu cs dipidanakan.

Pidana terhadap dr. Ayu cs memancing reaksi para dokter se-Indonesia. Sebagian besar dari mereka serentak memprotes putusan tsb dengan cara mogok praktik selama sehari pada tanggal 27 November 2013, akibatnya banyak pasien terlantar.

Saat dihubungi wartawan Jawa Pos di Kejaksaan Agung tanggal 7 Februari 2014, Setia Untung Arimuladi selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum, ketika ditanya apakah ada upaya hukum dari kejaksaan untuk mengajukan PK tandingan atas putusan MA tsb, beliau hanya menjawab diplomatis, “kami pelajari dulu putusannya, tidak bisa bicara sembarangan.”

Sementara itu rekan seprofesi Ayu dkk, Nurdadi Saleh selaku Ketua umum Perkumpulan Obsetri Ginekologi Indonesia (POGI) menyambut baik putusan MA tsb. Beliau pun menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung kebebasan rekan sejawatnya itu. Kejadian ini akan menjadi pelajaran berharga bagi kami semua. Menurut Nurdadi pihak dokter akan lebih berhati-hati dan akan memperbaiki bentuk komunikasi dengan pasien maupun keluarga pasien agar dapat memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk masyarakat.

Sementara itu Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) yang sejak awal menuntut Ayu dkk. diadili menyatakan akan menghormati putusan MA tsb. Meskipun begitu, direktur YPKKI, Marius mendesak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk lebih tegas terhadap masalah patient safety. Beliau meminta agar pemerintah mewajibkan para pelayan kesehatan memberlakukan patient safety sesuai dengan ketentuan WHO tahun 2002. Didalamnya disebutkan perlu ada norma, standard pelayanan, pedoman, dan peraturan global lainnya agar pasien selamat, begitupun pemberi layanan.

Kesadaran akan hal tsb yang masih kuranglah yang perlu terus diperbaiki. Jangan sampai pasien tidak mendapat pelayanan yang baik, dan takut memintanya, serta pemberi layanan juga takut mengambil tindakan terbaik.


[Sumber: Harian Jawa Pos 8 Februari 2014]

No comments:

Post a Comment