| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Wednesday 31 December 2014

KEWAJIBAN PENDERITA TUBERCULOSIS (TB) DAN METODE DOTS UNTUK MENGEFEKTIFKAN PENGOBATAN PENYAKIT TB


Tuberculosis atau biasa disingkat TB sebenarnya bukanlah merupakan penyakit yang mematikan dan bisa disembuhkan jika penderita TB bersedia patuh menjalani pengobatan rutin selama enam bulan (minimal). Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Ari Fahrial Syam Sp.PD  dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM. Menurut Dr. Ari, pada dua bulan pertama umumnya pasien yang menderita TB harus minum obat minimal sebanyak empat macam obat yaitu Rifampisin, Isoniasid (INH), Pirazinamid dan Ethambutol.

Meminum obat berbagai macam dan dalam jangka waktu panjang sering membuat kepatuhan seseorang berkurang. Akhirnya penderita TB yang merasa sudah baikan atau malas dan jenuh karena harus meminum obat yang banyak dalam jangka waktu yang tidak sebentar tersebut menyebabkan mereka terkadang menyerah di tengah jalan. Pengobatan mereka hentikan sehingga tidak sampai tuntas.

Padahal pengobatan selama enam bulan tersebut hukumnya wajib dan berkelanjutan, tidak boleh berhenti atau telat meski hanya sekali atau sehari. Enam bulan adalah minimal waktu yang diperlukan untuk mematikan kuman TB dan itu merupakan standard internasional. Jika penyakit dan kuman TB masih ada pada paru-paru pasien maka mereka potensial untuk menularkannya kepada orang lain.

Karenanya, bagi penderita TB ada dua hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu kesembuhan diri sendiri dan tidak menularkan kepada orang lain.


OBAT ANTI TB (OAT) GRATIS
Mungkin beberapa orang belum mengetahui bahwa saat ini telah ada program pemerintah bersama World Health Organization (WHO) berupa penyediaan Obat Anti TB (OAT) secara gratis. Sekali lagi gratis, tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Jadi saya sangat menganjurkan bagi siapapun yang mengetahui bahwa dirinya atau anggota keluarga ada yang mempunyai gejala-gejala terinfeksi TB untuk segera pergi ke pusat pelayanan kesehatan terdekat, bisa ke Puskesmas, Rumah Sakit atau dokter spesialis paru-paru. Di tempat tersebut akan dilakukan evaluasi lebih lanjut dan jika terbukti menderita TB, mintalah untuk dimasukkan ke dalam program pengobatan TB secara gratis.

Penderita dan atau keluarga penderita harus berusaha aktif di sini karena penderita TB mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan TB gratis tersebut. Program ini juga sudah menjangkau daerah-daerah. Jadi di Puskesmas-Puskesmas sudah menerapkan program tersebut.

Yang perlu anda lakukan adalah melakukan riset terkait penyakit TB tersebut dan beranikan diri untuk menanyakan langsung kepada dokter atau tenaga medis terkait program pemerintah tersebut. Karena terkadang ada beberapa kasus karena ketidaktahuan atau ketidakpedulian penderita dan pendamping atau keluarga penderita atas penyakit TB dan program pengobatan TB gratis ini akhirnya terjadi keterlambatan dalam penanggulangan penyakit TB tersebut. Atau kalaupun sudah diobati tapi tidak dimasukkan ke dalam program pengobatan TB gratis oleh pemerintah dengan WHO tersebut sehingga penderita TB masih diminta untuk membayar biaya pengobatan.

Obat Anti TB (selanjutnya disebut OAT) gratis bisa didapatkan oleh pasien baik yang tidak mampu ataupun yang mampu.

Pemberian OAT gratis lebih difokuskan pada penyakit TB, bukan pada kalangan penderitanya.

Obat Anti TB gratis tersedia di Puskesmas dan juga Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4). Sedangkan di sebagian besar rumah sakit, Obat Anti TB masih berbayar. Bagi penderita yang berobat ke Puskesmas, pengobatan TB gratis sejak proses diagnosa. Penderita dapat memeriksakan diri ke dokter di Puskesmas kemudian melakukan tes dahak dan rontgen di Puskesmas secara gratis dengan program dari BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) atau ASKES. Setelah terdiagnosa positif TB, penderita akan menerima obat secara gratis. Bagi penderita yang sebelumnya memeriksakan diri ke klinik atau rumah sakit dapat membawa hasil tes dahak dan rontgen untuk kemudian mendapatkan pengobatan TB gratis. Hasil rontgen akan ditahan pihak fasilitas kesehatan dan boleh diminta setelah pengobatan TB berakhir.

Program pengobatan TB gratis oleh pemerintah dengan WHO tersebut harus terus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Mengingat posisi penderita TB di Indonesia pada tahun 2016 ini telah mencapai peringkat ke-4 di dunia!

Tambahan susu dan makanan bergizi lainnya, juga seharusnya dapat diusahakan oleh pusat pelayanan kesehatan di bawah naungan Kementerian Kesehatan dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk turut membantu kesembuhan pasien yang menderita TB.
Mata rantai penularan harus diputus dengan mengobati pasien yang menderita TB sampai sembuh. Dan menjaga ketahanan tubuh (imunitas) penderita, mantan penderita, keluarga penderita dan masyarakat sekitar untuk menangkal kuman TB serta mencegah penyebaran penyakit TB.
     

BEBERAPA ALASAN PENDERITA TB BERHENTI DARI PENGOBATAN
Berikut ini beberapa alasan pasien penderita TB berhenti dari program pengobatan TB:

1. SEMBUH
Dikatakan sembuh bila dari pemeriksaan dahak bulan ke enam dinyatakan negatif pada kategori I.

2. PENGOBATAN SELESAI
Pengobatan dinyatakan selesai bila setelah 8 bulan kategori II pemeriksaan dahak dinyatakan negatif. 

3. DROP OUT
Disebut drop out karena sebelum pengobatan selesai penderita menjadi tidak kooperatif meminum obat setiap hari sehingga pengobatannya dinyatakan gagal.
 
Drop out biasanya disebabkan karena kejenuhan pasien, lupa meminum obat atau ketika pasien merasa badan lebih sehat kemudian memutuskan menghentikan pengobatan. Jika pengobatan terhenti atau tak tuntas maka basil TB tak akan mati  dan mengalami resistensi (kebal), akibatnya akan semakin sulit disembuhkan. Tentu saja untuk pengobatan selanjutnya akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Pasien seperti ini disebut suspek TB MDR (Multi Drug Resistance). Akibatnya, pasien harus mengulang dari awal dengan tambahan obat Streptomycin yang harus disuntikkan setiap hari pada dua bulan pertama. Hal ini kadang dapat menyebabkan penderita TB frustasi karena sebelumnya mereka telah menjalani pengobatan yang tidak sebentar (minimal enam bulan) kemudian mereka masih harus mengulang pengobatan dari awal lagi dan ditambah dengan obat baru.

Di sinilah pentingnya dukungan dari keluarga penderita, sahabat, rekan kerja, atasan, masyarakat sekitar, dan tenaga medis untuk ikut peduli dan memberi dukungan terhadap penderita TB agar tetap bersemangat untuk sembuh dan tidak menularkan penyakitnya, dengan tidak melalaikan program pengobatan yang sedang dijalaninya. 


DOTS (DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT-COURSE)
Agar pengobatan penyakit TB berjalan efektif, dikembangkanlah metode Directly Observed Treatment Short-Course (selanjutnya disebut DOTS), yaitu pengawasan minum obat yang dilakukan oleh orang terdekat pasien. Pengawas minum obat ini mendapatkan bimbingan tentang aturan minum obat dan menjaga pasien tidak lalai dalam meminum obat.

Sistem DOTS ini sudah dilakukan di 95% Puskesmas dan 30% Rumah Sakit.
Bahkan di RSUD dr. Iskak Kabupaten Tulungagung telah ada Poli DOTS.  

Menurut strategi pengobatan TB metode DOTS, pengobatan untuk penderita TB kasus baru adalah menggunakan Kategori I, yaitu 2 bulan Fase Intensif dan 4 bulan Fase Lanjutan.
(total 6 bulan)

Pada Fase Intensif; obat yang diberikan adalah Rifampisin, Isoniazid (INH), Pirazinamide, dan Etambutol. Sedangkan pada Fase Lanjutan abatnya Rifampisin dan Isoniazid (INH). Obat tersebut sudah dalam bentuk Fix Dose Combination (FDC) sehingga akan lebih memudahkan pasien maupun PMO (Pengawas Minum Obat). Hal ini agar pasien tidak lagi berhenti minum obat dengan alasan jumlah atau jenis obat yang banyak, atau kesalahan, kelupaan dalam pemberian obat yang tidak sesuai dosis.

Menurut metode DOTS, diagnosis TB tidak hanya didasarkan dari hasil foto Rontgen saja, namun juga dari hasil pemeriksaan dahak (Mikrobiologis Sputum). Karena bisa saja setelah terkena TB, jaringan paru yang rusak akibat diinfeksi kuman TB mengalami fibrosis, dimana jaringannya diganti jaringan ikat yang akan tampak putih di foto Rontgen meski telah sembuh.
  
Jika penyakit TB kambuh maka pengobatan menurut strategi DOTS adalah dengan menggunakan Kategori II, yaitu 3 bulan Fase Intensif diteruskan 5 bulan Fase Lanjutan.
(total 8 bulan)

Dua bulan pertama Fase Intensif obat yang akan diberikan adalah Rifampisin, Isoniazid (INH), Pirazinamide, dan Etambutol ditambah suntikan Streptomisin setiap hari. Lalu diteruskan 1 bulan tanpa suntikan Streptomisin. Fase Lanjutannya jika tidak salah diberikan Rifampisin, Isoniazid (INH) dan Etambutol (mohon dikoreksi jika saya salah).

Selain agar pengobatan berjalan efektif, program DOTS digalakkan untuk mengatasi dampak ekonomi yang muncul dari TB. Jika DOTS ini berhasil, akan banyak orang yang bisa diselamatkan. Pada akhirnya juga menyelamatkan negara dari kemiskinan.

Pada tahun 1993, World Bank menyatakan bahwa DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective.

Mengapa demikian?

BERIKUT BEBERAPA ALASAN YANG MENDASARI DOTS MENJADI STRATEGI KESEHATAN YANG PALING COST EFFECTIVE
1.    DOTS memulihkan kesehatan penduduk usia muda dan atau produktif
2.    DOTS membuat pasien tidak lagi ke rumah sakit dan bisa segera kembali bekerja
3.    DOTS menambah dua tahun masa hidup penderita TB-HIV


6 TITIK STRATEGI STOP TB YANG DIBANGUN ATAS KEBERHASILAN DOTS
WHO juga telah mengembangkan enam titik strategi stop TB yang dibangun di atas keberhasilan DOTS, yaitu:
1. Komitmen politik dengan peningkatan dan kelanjutan pembiayaan
2. Penguatan kualitas laboratorium bakteriologi dan surveilans resistensi obat
3. Pengobatan standard dengan pengawasan dan dukungan untuk pasien
4. Pasokan obat dan sistem manajemen yang efektif
5. Monitoring dan evaluasi sistem serta pengukuran dampak di masyarakat  


KEBIASAAN WAJIB BAGI PASIEN PENDERITA TB
Di bawah ini beberapa kebiasaan baik untuk pasien penderita TB untuk menunjang penyembuhan penyakit TB:

1. BERHENTI MEROKOK
Tahukah blog lover, hasil survey tahun 2006 menyebutkan jumlah perokok di Indonesia sekitar 160 juta orang?
Lebih dari 45 juta anak usia 0-14 tahun tinggal bersama perokok!
Dampaknya, tentu saja akan terlihat. Perokok pasif seperti anak-anak ini pertumbuhannya akan terganggu karena lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan dan asma.

Rokok juga merusak pertahanan paru-paru sehingga fungsinya tidak dapat optimal; misalnya, pembuluh darah rusak dan menurunkan respon antigen. Jika hal ini terjadi, daya tahan tubuh akan melemah sehingga benda asing seperti kuman akan mudah masuk ke dalam paru-paru.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Belanda dan India mengatakan ada kecenderungan hubungan antara TB dengan perokok, baik itu aktif maupun pasif. Walaupun di Indonesia belum ada penelitian yang menyebutkan hal tersebut, kenyataannya terdapat gambaran yang membenarkan dugaan tersebut, karena prevelansi penderita TB perokok yang berobat lebih besar dibanding yang tidak merokok.

Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). DTM&H, MARS dari Departemen Kesehatan mengatakan bahwa keluarga yang memiliki perokok meningkatkan risiko terkena TB pada anggota keluarga lain 9 kali lipat. Bagi penderita TB akan lebih memperparah kondisi jika kebiasaan merokok tidak segera dihentikan.

2. MAKAN MAKANAN SEHAT DAN BERGIZI
Selain pengobatan dengan berbagai obat, pasien yang menderita TB juga harus terus menerus memperhatikan makanannya. Usahakan agar selalu mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Makanan tersebut akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap segala penyakit.

Banyak memakan buah-buahan dan sayur-sayuran, minum air putih yang cukup, dan kurangi konsumsi makanan yang tidak sehat; misalnya makanan berpewarna, berpengawet, dan ber-MSG. Hindari juga junk food, konsumsi kopi berlebihan dan makanan instant.

Dr. Ari Fahrial Syam Sp.PD  dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM, menjelaskan bahwa ironisnya umumnya pasien yang mengalami penyakit TB ini berasal dari golongan masyarakat miskin. Sehingga selain kendala berobat, konsumsi makanan yang bergizi juga menjadi hal yang sulit dilakukan sehingga pada akhirnya pasien dengan TB tidak bisa disembuhkan dengan baik.
Hal ini mungkin yang menjadi pemicu negara kita berada di posisi 4 peringkat penderita TB dunia.
 
3. MENJAGA KEBERSIHAN DIRI DAN LINGKUNGAN
Mengenai lingkungan, jaga selalu supaya lingkungan bersih sehingga kuman enggan datang. Rumah harus terjaga ventilasinya, mengingat media penularan kuman TB adalah melalui udara. Namun kemampuan bertahan atau hidup kuman TB ini di udara hanya sekitar 2-3 jam saja. Jangan lupa membuka jendela saat pagi hari supaya sinar matahari dan udara segar masuk. Meski kuman TB dapat hidup di udara yang lembab maupun panas, namun di udara yang panas kuman TB lebih cepat mati. Karenanya penderita TB selalu dianjurkan berjemur di bawah sinar matahari di pagi hari, agar kuman TB lebh mudah mati.
Jaga selalu kebersihan rumah dan lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya.

4. HELIOTHERAPY (TERAPI MANDI SINAR MATAHARI)
Seperti yang sudah saya ungkapkan di poin sebelumnya bahwa kuman TB akan lebih mudah mati jika dalam udara panas dibanding udara lembab. Jadi berjemur di bawah sinar matahari pagi merupakan kebiasaan yang sangat baik yang bisa dilakukan oleh penderita TB.

Sebuah studi dari Proceedings of the National Academy of Sciences (London) menyebutkan bahwa asupan vitamin D dapat membantu melawan infeksi TB. Terapi mandi sinar matahari atau disebut dengan Heliotherapy ternyata sudah digunakan beribu-ribu tahun lalu sebagai terapi untuk penyembuhan pasien TB. Namun, saat itu belum ditemukan obat antibiotik untuk TB. Dengan bantuan vitamin D dari sinar matahari dan obat, penderita TB akan lebih cepat sembuh.  


Pertanyaan yang sering muncul kemudian adalah,

“Apakah mantan penderita TB yang sudah dinyatakan sembuh dapat kambuh lagi?”

Jawabannya, tidak menutup kemungkinan hal ini bisa saja terjadi karena kondisi ketahanan tubuh orang tersebut sedang turun atau lemah sehingga dengan mudahnya terserang kuman TB lagi. Namun kasus seperti ini sangat jarang terjadi.

Yang sering terjadi adalah kemungkinan program pengobatan sebelumnya yang dijalani pasien penderita TB tersebut tidak dijalankan secara tuntas, jadi kuman TB di dalam tubuh pasien belum benar-benar mati atau hilang sepenuhnya. Atau bisa juga kuman TB telah benar-benar mati namun bekas luka atau pengobatan TB yang ditinggalkan pada paru-paru penderita masih ada.

Dokter spesialis paru-paru yang menjadi narasumber di acara Halo Dokter TVRI menyarankan untuk siapapun yang terserang batuk selama minimal 2 atau 3 minggu berturut-turut disertai dahak dan tidak kunjung sembuh, kemudian disertai demam, berkeringat saat malam, dan juga penurunan berat badan secara drastis; untuk segera memeriksakan kondisi kesehatannya ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Akan lebih baik lagi jika langsung menghubungi dokter spesialis paru-paru terdekat, jika menyadari gejala-gejala yang sudah disebutkan sebelumnya, karena kemungkinan besar itu adalah gejala penyakit TB.

Semakin dini kita mendeteksi, semakin cepat kita bertindak, maka semakin segera dapat diatasi dan proses penyembuhan akan lebih cepat.

So, jangan remehkan batuk dan jangan menunda-nunda untuk memeriksakan kondisi kesehatan anda!   





[Saya sampaikan terima kasih untuk jpnn.com, bangka.tribunnews.com, fita-chakra.blogspot.com, asacinta.blogspot.com, yahoo.com, website Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia, dan Halo Dokter TVRI, di mana saya mendapatkan informasi yang sangat bermanfaat ini]

No comments:

Post a Comment